Terbaru

DEMONSTRASI

Rabu, 27 Juli 2022

 

Ilustrasi dari net.

Puisi Ibrahim Rasyid Zamzami


12.00/

hanya ada aroma tubuh menyengat; 

surih keringat bercampur debu

 yang disisakan tuhan di tengkuk galaku. 

berikut bercak-bercak kesedihan

 yang belum sempat dibersihkan menodai selembar pakaianku

Keadilan meminta dilahirkan kembali dari rahim cuaca yang bengal

seandainya aku mampu bertahan sehari lagi 

di tengah fluktuasi kota yang nun disebabkan kericuhan demonstran nakal,


mungkin saja aku mampu mengantar matahari menuju tenggelam 

sembari menunggu lagi kabar terbitnya di sebuah pagi

 di mana aku terbangun dan mendengar kabar kemenangan dan bukan lagi sebuah kebohongan

/13.00/

orang-orang berkerumun mengacungkan kepalan dendam paling tinggi. 

di samping kelakar orator, seorang bocah mencatuk mimpinya ke dalam karung goni.

 seorang kakek bertugur lesu di lampu merah menjajakan asongan dan koran harian dengan berita kemarin pagi. 

/14:00/ 

aku berlari mencari jati diri. semakin dicari, semakin kehilangan.

 tetapi ada yang semakin tampak kelihatan: serpihan-serpihan kesedihan masa silam.

aku memungutnya seperti bocah yang kembali menyusun masa kecilnya, menjajakannya kepada masa depan seperti kakek tua yang mewartakan isi koran. 

berharap suatu saat nanti aku denganmu bisa mengarang lagi cerita yang terlampau usang, tetapi masih berusaha kita perbarui setiap hari

/15:00/

aku memilih jadi oposisi bagi ketidakadilan

yang kautuangkan ke jalan dan memaksa mundur orang-orang yang berjuang. 

tetapi di mimbar ini, aku masih lantang bersuara;

menggemakan namamu berkali-kali; meminta keadilan, sekalipun kaubalas dengan telinga paling tuli. 

barangkali aku bisa memenjarakanmu dengan pasal-pasal karet yang pernah kau buat dahulu

16:00/

menjelang musim keempat, ada yang tak bisa kurahasiakan lagi;

 momentum-momentum keparat yang pernah kaulakukan. tetapi lagi-lagi aku masih mencari keadilan di geladak tubuhmu yang haram, 

yang menyimpan perkara-perkara terlarang

/17:00/

menjelang kepulanganku, aku ingin segera membungkusmu; 

menyimpannya di dalam ransel berisi batu-batu bersama kepingan-kepingan masa lalu yang ingin kurapikan. semestinya kau tahu, hanya aku yang rela menguras setetes tenaga demi tenaga hanya demi memperjuangkanmu sebagai seorang demonstran yang berorasi perihal ketidakadilan di depan kampus kita; di depan masa lalu kita

/18:00/

tetapi ada yang mesti kuhindari: amuk gusar pistol polisi. hanya kenangan yang bisa kubawa pulang. 

dan aku belum menyerah menjadi seorang demonstran

 yang terus-menerus menuntut keadilan darimu sekalipun tak kunjung kutemukan barang sebuah jawaban.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar