Terbaru

Anak Asongan

Selasa, 02 Agustus 2022

 

Ilustrasi net.

Cerita Mini Oleh Nur Hayati

 

Aku adalah seorang yang merasa tidak pernah merasakan  kebutuhan  entah itu dari segi teman  atau orang sekitar aku.

 

Manis pahit  kehidupan ini sudah aku rasakan semenjak  2009, tepatnya saat aku berusia 6 tahun. Di saat itu aku merasa tidak ada yang pernah sayang padaku.


Aku kurang beruntung dalam hal apapun itu.


Pada waktu itu aku pernah di-bully. Di-bully karena aku adalah seorang anak tukang asongan, di mana waktu itu keluarga aku merasa direndahkan dan dikucilkan.


Perekonomian keluarga aku di waktu itu memang memburuk. Terkadang aku makan sehari sekali, kadang besoknya juga nggak makan sama sekali.


Singkat cerita, aku pun bertekad untuk berjualan di  usia 9 tahun. Tepatnya aku sedang duduk di kelas 4 SD.


Seharusnya di usia tersebut aku merasakan kesenangan tapi di sisi lain aku juga bersyukur mempunyai keluarga yang selalu mengajarkan aku tentang makna hidup.


Nah di usia tersebut aku mulai berjualan buah-buahan, gorengan, dan apapun yang bisa dijual dan bisa untuk membeli segenggam nasi bapak. Terkadang sehari bapak menghasilkan uang sekitar Rp 15 ribu-Rp30 ribu dan di waktu itu uang segitu keluarga aku belum membeli beras dan kebutuhan yang lainya.


Dari tahun ke tahun akhirnya aku lulus SD. Aku mempunyai sedikit tabungan dan alhamdulilah uang aku cukup buat masuk ke sekolah menengah pertama. Itu pun dibantu uang orang tua dan abang.


Aku buktikan omongan-omongan orang yang mengejek dan mencaci maki keluarga aku bahwa anak tukang asoanga tidak bakal mampu menempuh pendidikan yang lebih tinggi lagi.

Dengan doa orang tua dan ridho Allah, alhamdulillah pada tahun ini aku  dan keluargaku tidak merasa kekurangan lagi. Aku akan tetep berjuang demi membuktikan bahwa anak

 tukang asongan bisa dan mampu menempuh pendidikan yang lebih tinggi. (*)

 

Nur Hayati, Zetizen Jurnalistik 2022.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar