Ilustrasi dari film Ada Cinta di SMA
Oleh Angga Murodatillah
Perkembangan arus globlisasi membuat seluruh negara di dunia berlomba untuk berpacu dengan zaman. Indonesia yang berada di posisi keempat dengan penduduk terbesar di dunia terus berusaha beradaptasi dengan perkembangan dan perubahan zaman serta berusaha sejajar dengan negara-negara maju di dunia. Maka dari itu mempersiapakan generasi muda yang berkualitas akan mampu meneruskan estafet kepemimpinan bangsa ini untuk menuju Indonesia yang lebih baik dan lebih maju ke depannya.
Salah satu cara untuk mewujudkan generasi muda berkualitas adalah melalui sistem pendidikan yang baik. Dengan pendidikan sebuah bangsa akan mampu mencetak generasi muda yang menjadi harapan dan cerminan suatu bangsa di masa mendatang. Pendidikan juga merupakan kunci bagi suatu bangsa untuk unggul dalam persaingan global. Karena pendidikan menjadi salah satu bidang strategis dalam membentuk sumber daya manusia kualitas. Lantas bagaimana dengan pendidikan yang ada di Indonesia?
Menurut Survei Political And Economic Risk Consultan (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia.
Efektivitas, efisiensi, standarisasi hingga kurang kreativitas tenaga pengajar merupakan salah satu dari penyebab rendahnya mutu pendidikan Indonesia di mata dunia. Pergantian kurikulum pendidikan yang sering diubah juga menjadi penyebab kemunduran sistem pendidikan di Indonesia. Di samping mengikuti perkembangan zaman dengan mengganti kurikulum, ada beberapa masalah yang dihadapi oleh pendidik dan murid saat pergantian kurikulum. Seperti sumber daya manusia pendidik yang belum mampu menerapkan kurikulum secara menyeluruh sehingga menyebabkan pergantian kurikulum tersebut tidak tercapai secara maksimal. Kurangnya fasilitas di setiap tempat pendidikan juga kerap mewarnai permasalahan di setiap pergantian kurikulum.
Kita juga tidak dapat menutup mata ketika melihat besarnya kesenjangan pendidikan yang ada di Indonesia. Berapa banyak daerah terpencil yang tidak memiliki sarana dan prasarana penunjang pendidikan, ditambah dengan jarak peserta didik ke sekolah yang cukup jauh dan melewati jalan yang tidak cukup baik. Pemerintah juga harus bijak dalam mengambil suatu kebijakan dalam pendidikan, contoh pada saat penerapan kurikulum 2013, di mana ada penambahan jam belajar siswa di sekolah, itu tidak mencerminkan bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak melihat kondisi pendidikan di daerah terpencil. Penambahan jam pelajaran bukanlah solusi yang tepat sebelum komponen-komponen dalam pendidikan itu diperbaiki.
Diungkapkan oleh Djalil Waniputra, rendahnya mutu pendidikan bukanlah dari pendidikan itu sendiri, tetapi oleh lingkungan sekitarnya. Hal ini berarti banyak yang saling mempengaruhi karena melibatkan guru, pengolah sekolah, masyarakat ,peserta didik dan terutama pemerintah sebagai pembuat kebijakan.
Maka dari itu, semua elemen dalam lingkungan harus bekerja keras demi tercapainya mutu pendidikan yang tinggi. Pemerintah harus merubah sistem pendidikan yang mendidik siswa agar berfikir kreatif sehingga dapat membentuk karakter dari generasi muda kita. Pemerintah juga harus membuat kebijakan dengan mengubah kurikulum yang sesuai keadaan dan menjuru pada potensi siswa. Kemudian untuk memajukan daerahnya, pemerintah harus memulai dari peningkatan mutu pendidikannya supaya menghasil SDM yang bermutu. Apalagi saat ini peningkatan perekonomian Negara itu berpusat pada desa, maka sebaiknya peningkatan mutu pendidikan tidak berpusat di perkotaan melainkan di desa terutama di daerah terpencil.
Tidak hanya pemerintah, masyarakat dan tenaga pengajar juga harus berperan aktif untuk kemajuan pendidikan di Indonesia. Para tenaga pengajar harus lebih kreatif dalam menyampaikan pemahaman kepada siswa. Serta orang tua yang menjadi pendidik pertama bagi setiap anak harus lebih memerhatikan pendidikan anak dan menjadi suri tauladan sebagai sekolah pertama untuk anak.
Jika kita melakukan hal tersebut secara bersama-sama sesuai dengan tugas masing-masing, maka perlahan kita dapat meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Bahkan menjadikan sistem pendidika kita sebagai contoh bagi negara lainnya. (*)
Angga Murodatillah. Mahasiswa UIN SMH Banten Jurusan KPI. Tinggal di Ciomas, Kabupaten Serang. Angga adalah Zetizen Banten Jurnalistik 2021.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar