Terbaru

Believe in Yourself

Senin, 30 Agustus 2021
Ilustrasi dari drama Korea, Pinocchio.

Cerpen Lailatul Badriyah

"Beri saya alasan kenapa kamu menolak perjodohan in?!" Ujar laki-laki yang sedang duduk berhadapan dengan Ajeng. 

Siang ini Ajeng berada di kafe, dan di hadapannya Ansel, laki-laki yang dijodohkan dengannya. Padahal ini sudah zaman modern, sudah 2021 dan lagi usianya baru saja menginjak 25 tahun, belum terlalu tua untuk menjadi perempuan berstatus jomblo.

"Karena saya nggak terlalu baik buat kamu.” Ajeng membalas. “You deserve better!"

Ansel manggut-manggut, terus melanjutkannya dengan tanya. "Menurut kamu jodoh itu seperti apa?"

"As far as I know, sih. Jodoh itu cerminan diri."

"Oke, dan menurut kamu saya itu orang yang seperti apa?"

Ajeng memiringkan wajahnya, diam sejenak seraya melihat lekat-lekat wajah laki-laki di hadapannya ini yang masih duduk dengan tenang. Lalu menyesap kopi yang sudah tidak panas lagi. "You seem like a nice person, tangguh, pintar, pekerja keras, and you're a bit handsome. Pokoknya, kamu mendekati kata sempurna."

"Sampai sini paham?"

"...."

"As you know, jodoh adalah cerminan diri. Dan kalau kamu jodoh saya, that means kamu juga orang yang baik, tangguh, pekerja keras dan cantik. Atau bahkan kamu telah cukup sempurna. Jadi, jangan terlalu insecure," Ansel berujar. “Lagi pula, saya nggak perlu yang sempurna.”

Sudah Ajeng duga, Ansel bukan laki-laki biasa. Hampir saja Ajeng kehilangan kata-kata. "But still... itu nggak membuat saya berubah pikiran. Masih ada beberapa alasan."

Ansel menghela napas sejenak, meminum kopinya yang sudah tersisa separuh cangkir. Lantas berkata, “Apa lagi?”

"Dan... karena saya takut mengecewakan kamu."

"Kamu mengkhawatirkan saya karena takut saya kecewa sama kamu, tapi kenapa kamu nggak mengkhawatirkan diri kamu sendiri? Kamu juga bisa saja dikecewakan oleh saya."

"To be honest, saya nggak berekspektasi lebih tentang pernikahan. Karena saya nggak terlalu percaya dengan itu. Dikecewakan sama kamu bukan apa-apa bagi saya, karena ada seseorang yang telah membuat saya kecewa terlebih dulu dan itu membuat saya mati rasa."

Ajeng tidak terlalu percaya dengan pernikahan. Karena pernikahan bukanlah happy ending dari perjalanan hidup, melainkan sebuah garis start yang perlu melewati berbagai rintangan untuk mencapai garis finish. Dan garis finish itu adalah happy ending yang sesungguhnya, yaitu mampu bertahan bersama, melewati suka duka berumah tangga hingga maut memisahkan.

Dan satu hal yang terpenting. Ajeng nggak mempercayai dirinya. 

Ajeng selalu takut akan menjadi seperti ayahnya yang selingkuh hingga meninggalkan dia beserta mamanya. Sebab, ada pepatah yang bebunyi “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”. Makanya, sampai saat ini Ajeng belum pernah menjalin hubungan dengan siapapun, sebab gadis itu benar-benar sangat takut jika nantinya dia akan menghancurkan hati orang lain akibat perbuatannya.

***

Rasa gugup bercampur gelisah sudah Ajeng rasakan sejak tadi, semakin waktu berjalan, rasa gugup dan gelisahnya kian bertambah. Dia terus saja menyeka keringat di dahinya yang tidak mau berhenti keluar. Hingga---

"Ajeng." Mama memanggil, membuat Ajeng refleks menarik senyumnya agar terlihat baik-baik saja. "Ayo, keluar. Nak Ansel sudah datang." 

Tidak disangka, bagian ruang tamu rumahnya telah dipenuhi orang-orang yang sebagian dia kenal dan tidak. Namun, di antara orang-orang tersebut, retina Ajeng berhenti pada laki-laki yang hari ini terlihat lebih tampan dari waktu itu. Dia memakai setelan jas putih dibarengi peci dengan warna senada yang membuatnya memiliki kesan gagah.

Laki-laki itu adalah Ansel.

Orang yang dijodohkan dengannya, dan akan menjadi suaminya. Karena sekarang mereka telah duduk berdampingan menghadap seorang pria tua yang biasa disebut penghulu. 

Hari ini, mereka akan menikah. 

Jika kalian bertanya apa alasan Ajeng berubah pikiran dan malah menikah dengan Ansel, jawabannya adalah karena sejak pertemuan di kafe yang lalu. Saat Ajeng memilih pergi sebelum pembicaraan selesai, tiba-tiba saja Ansel meraih tangannya, menahannya, kemudian berkata. 

"Mama kamu sudah memberi tahu saya. Alasan kamu tidak ingin menikah, karena kamu takut menjadi seperti ayah kamu."

Ajeng tersekat, kakinya tiba-tiba saja terasa lemas dan memilih duduk kembali. Lalu entah bagaimana pipinya telah dibasahi butiran-butiran bening yang terus mengalir.

"Kalau kamu memilih untuk tidak menikah, itu sama saja kamu membenarkan bahwa kamu akan menjadi seperti Ayah kamu." Ansel menghapus air mata Ajeng dengan lembut, kemudian menggenggam tangan perempuan itu. "Percaya pada diri kamu kalau kamu berbeda."

Ucapan Ansel waktu itu terus berputar-putar di otaknya. Hingga Ajeng pun menyadari bahwa perkataan Ansel memang benar, Ajeng harus percaya pada dirinya bahwa dia berbeda.

"Ananda Ansel Danadyaksa bin Hilman Danadyaksa, saya nikahkan dan kawinkan engkau kepada Ajeng Najma Safiyah binti Fadhlan Sa’di dengan mas kawin berupa seperangkat alat solat dan emas 10 gram. Tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Ajeng Najma Safiyah binti Fadhlan Sa'di dengan maskawin yang telah disebutkan. Tunai."

"Sah?"

"Sah!"

Ansel menatap lembut Ajeng yang berada di sampingnya, terlihat sangat cantik bagai bidadari sampai tidak mampu berkedip barang sejenak, tersenyum manis padanya hingga terasa jelas dalam memorinya. Dia wanita yang Tuhan berikan kepadanya, untuk mengisi hari-harinya, untuk yang selalu berada di sampingnya, dan kelak yang akan menjadi ibu dari anak-anaknya. 

“Atas restu Allah saya mencintai kamu, demi Allah saya hanya ingin kamu. Saat ini atas seizinnya saya nikahi kamu dengan Bismillah.” Ansel berucap.

Tatapan lembut itu, Ajeng simpan baik-baik dalam ingatannya. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa pernikahan yang dia takuti, dia benci, dan dia hindari telah terjadi dalam hidupnya. Bersama dengan laki-laki tampan yang duduk berdampingan dengannya, Ajeng bersungguh-sungguh telah mencintainya, tanpa syarat dan tanpa keterpaksaan. 

“Sesungguhnya Allah maha besar, sesuatu yang tak kusangka ternyata telah terjadi dalam hidupku. Kamu... benar-benar penantian terbesarku selama ini.”  Ajeng berujar.

Kadang-kadang apa yang kita takuti dan khawatiri belum tentu akan terjadi, semua itu hanya ilusi belaka yang berlebihan karena kurangnya kepercayaan pada dirinya. Tidak perlu banyak dipikirkan, kamu hanya perlu melangkah maju dengan berani mematahkan semuanya. (*)


Lailatul Badriyah, tinggal di Kp. Masigit, Desa Ciomas, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang. Akun Instagram: @lailabdr99


Tidak ada komentar:

Posting Komentar