Terbaru

Rahasia di Balik Lukisan David

Senin, 16 Agustus 2021

 

Ilustrasi dari film Harry Potter
Cerpen Angga Murodatillah

Jalan aspal terbentang tanpa ujung dikelilingi pohon pinus yang berbaris rapi. Aroma pedesaan yang khas membuat kami menghela napas panjang setelah melakukan perjalanan tiga jam dari Jakarta. Mobil kami berhenti tepat di depan villa tua berwarna putih. Halaman yang luas sejauh mata memandang dengan danau yang terlihat indah akan menyempurnakan liburan kami di villa ini. Villa ini menjadi tempat berlibur kami beberapa tahun terakhir, setelah ayah membelinya tiga tahun lalu.

“Andi, turunkan barang-barang yang ada di mobil!”. Seruan ibu memaksaku untuk berhenti menikmati suasana sekitar. Beberapa bulan tidak menginjakkan kaki di sini, membuatku senang dapat merasakan kembali suasana yang jauh dari hiruk-pikuk kota mentropolitan.

Di saat aku akan mengambil barang terakhir yang ada di mobil, tidak sengaja aku melihat seorang remaja seusiaku di balik pohon dekat danau.  

“Kau melihat seorang laki-laki di danau, Tommy?” Tanyaku heran. Tommy mengalihkan pandangan ke danau. 

“Melihat apa?” 

“Tadi ada laki-laki seusiaku memakai pakaian hitam. Dia sempat memerhatikan kita yang sibuk mengangkut barang,” jelasku pada Tommy. 

Tommy mengerutkan dahi, “Mungkin anak tukang kebun kali”. 

Tidak lama setelah itu, ibu memintaku membawa guci yang sudah rusak ke dalam gudang. selama tiga tahun villa ini menjadi milik ayahku, aku belum pernah memasuki gudang sekali pun. Ada yang menarik perhatianku di dalam gudang tersebut. Benda yang diselimuti kain putih tersebut, terlihat berdebu di antara benda-benda tidak terpakai lainnya. Debu yang berterbangan berhasil membuatku bersin saat aku menarik ujung kain benda itu.  

Di balik kain putih, terdapat lukisan yang indah. Sosok remaja seusiaku terlihat sedang tersenyum dengan latar belakang danau yang tenang. Baju berwarna hijau yang dikenakannya mampu menyatu dengan hijaunya dedaunan pohon pinus. Tempat yang tidak asing lagi bagiku. Yah, tempat yang ada di lukisan tersebut adalah pemandangan yang ada di depan villaku. Tapi siapa remaja yang ada di lukisan tersebut? 

Entah kenapa setelah melihat ada sosok laki-laki misterius yang memerhatikanku tadi, perasaanku menjadi khawatir. Sorot mata yang tajam saat melihatku, membuatku takut sekaligus penasaran. 

***

Malam ini gerimis berubah menjadi hujan. Sesekali petir menyambar dengan kilat yang menyala. Tommy dan kedua orangtuaku telah lelap melepas lelah di kamar mereka masing-masing. Langkahku menuju kamar mulai melemah, seiring dengan rasa kantuk yang mulai merayapi tubuh. Di saat aku melangkah melewati tangga, bayangan-bayangan aneh terasa menguntit di setiap langkahku. Namun aku hanya berpikir itu adalah angin yang menyelinap di balik jendela. 

Aku menatap langit-langit kamar yang remang dari atas ranjang. Semenjak aku memasuki villa ini, sepertinya ada yang terus mengawasiku. Tapi siapa? 

Whusss! Bruukkkk!

Sontak aku kaget. Jendela kamarku terhempas angin dengan kencang. Gorden putih penutup jendela terlihat terbang seiring angin yang masuk ke kamarku. Aku mencoba untuk mengunci kembali jendela yang terjempas angin. Namun betapa kagetnya aku ketika ada seorang laki-laki remaja yang sedang berdiri di depan jendela. Remaja tersebut memiliki kulit yang pucat, bibir lembam kebiruan, dadanya terlihat mengeluarkan darah, serta bau amis dan busuk menyelimuti badannya. Aku terpaku diam melihat matanya yang tajam menatapku. Remaja itu sangat menakutkan. Dia tak ubahnya seperti mayat yang butuh pertolongan. 

Tanpa banyak berpikir, aku lari meninggalkannya. Aku melewati koridor menuruni tangga ke lantai satu. Nafasku terengah-engah. Aku duduk di ujung anak tangga seraya mengatur nafas. Memelihara pandanganku, memeriksa seluruh ruang tamu untuk berjaga-jaga. Keringat dingin merembes tanpa henti. Seketika bulu kudukku merinding. Hembusan angin yang menerobos di balik jendela membawa bau amis dan busuk itu kembali. Aku merasa ada seseorang yang duduk di sampingku. Perlahan aku menggerakkan kepalaku. Dan…

“Aaargh!” teraikku sejadi-jadinya. Remaja itu duduk di sampingku. Dia diam membisu. Entah mengapa lidahku kelu. Badanku kaku dan susah digerakkan. Selangkah aku berjalan.

Tappp.. tangan dingin dan berair terasa memegang erat kaki kananku. Aku berontak melepaskan cengkeraman remaja itu. Dia membatu, menatapku tajam. Usahaku untuk melepaskan cengkeraman itu berhasil. Aku langsung berlari menaiki tangga menuju kamar adikku, Tommy. 

Tommy tidak terganggu sedikitpun. Kedatanganku dengan nafas tersengal-sengal tidak membuatnya bangun dari tidur lelapnya. Tenggorokanku kering. Sekujur tubuhku gemetar. Aku tersungkal di samping Tommy, mencoba memahami apa yang terjadi. 

***

Sinar matahari menyelinap masuk dari jendela. Kejadian semalam benar-benar membuatku lelah sehingga bangun lebih lambat daripada biasanya. Dari balik jendela kamar, terlihat kedua orangtuaku dan Tommy sedang asik menikmati secangkir teh di bawah sinar matahari pagi. Aku bergegas turun dan bergabung dengan mereka. Namun, di saat aku melewati gudang, sontak aku teringat dengan remaja dan sosok yang ada di lukisan itu.  

Tidak berpikir panjang, aku masuk ke gudang, melihat dengan seksama sosok lelaki muda pada lukisan tersebut. Bingkai kayu berwarna emas memberikan kesan elegan terhadap lukisan.  

“David,” ucapku pelan saat membaca tulisan tinta di bagian bawah kanan lukisan itu. 

“Siapa David?, apakah dia lelaki muda yang ada pada lukisan ini?” gumamku dalam hati.

Belum selesai aku bertanya-tanya dalam hati, tiba-tiba ada kekuatan yang menarikku ke dalam lukisan. Aku menembus dimensi ruang dan waktu yang tidak dapat dijelaskan. Seketika aku berada di depan pohon pinus yang berjarak beberapa meter ke danau depan villa. 

Aku melihat remaja berbaju hijau. Rambut yang ditata rapih, serta senyum manis yang terlukis indah di bibirnya ikut serta menggambarkan kebahagiaan yang sedang dirasakan. Terlihat juga wanita paruh baya yang sedang sibuk menggoreskan tinta ke atas kertas. Sesekali dia memerintahkan lelaki di hadapannya untuk mengikuti gerakannya. 

“Yap. Akhirnya selesai juga,” ucap perempuan itu dengan menghela nafas panjang karena  telah menyelesaikan lukisannya setelah matahari semakin jelas meninggalkan ufuk timur. 

“David,” seorang laki-laki dan perempuan keluar dari dalam villa dan memanggil lelaki tersbut. Ternyata mereka adalah keluarga kecil pemilik villa. 

“Iya Ayah, Ibu,” David berlari menghampiri keduanya. 

Suasana yang harmonis dan penuh kebahagiaan terlihat jelas dari mereka. Sosok ayah yang bertanggung jawab, ibu yang menyayangi keluarga, serta anak yang berbakti kepada orang tuanya, lengkap sudah persyaratan menjadi keluarga yang bahagia. Dis aat mereka masuk ke dalam, aku menyelinap di balik jendela, melihat setiap keharmonisan yang tercipta di antara mereka. Sesekali ketiganya tertawa kecil dan memeluk satu sama lain. 

Tidak lama kemudian, beberapa orang lelaki datang dengan membawa senjata tajam. Mereka menerobos masuk lewat pintu utama seperti hewan buas yang mencari mangsa. 

“Cepat angkat tangan dan serahkan seluruh barang-barang berharga milik kalian!” seru salah satu dari mereka sambil mengangkat senjata tajam. 

David sembunyi di balik kedua orang tuanya. Ayah dan ibunya terlihat bingung apa yang harus mereka lakukan. 

“Baik, akan aku serahkan semuanya. Tapi jangan kau lukai anak dan istriku,” ucap Ayah David sambil berjalan menuju kamar untuk mengambil barang-barang berharga milik mereka. Ibu David memeluk erat anaknya yang gemetar ketakutan. 

Duaarrrr... 

Suara pistol nyaring terdengar saat peluru menembus bagian kepala Ayah David. Lelaki itu tersungkur jatuh ke lantai. Seketika darah memenuhi sebagian ruangan. David dan ibunya berlari dengan histeris menghampiri ayahnya.

Duarr...

Suara pistol kembali terdengar. Aku melihat dari balik jendela. Ibu David jatuh tersungkur. Peluru itu menembus punggung Ibu David saat berlari mengejar suaminya yang tak berdaya. David terlihat begitu marah. Kedua orangtuanya tewas di hadapannya sendiri. 

“Kenapa kalian tega melakukan ini kepada keluargaku, apa salah kami?” teriak David penuh amarah. 

“Diaamm!!”. Dengus kesal salah satu perampuk

Tidak terasa air mataku memaksa keluar saat melihat David menangis histeris. Namun tidak ada yang dapat aku lakukan. Aku membatu di balik jendela. Badanku gemetar, jantungku berdebar berkali-kali lipat dari biasanya. Aku melihat David bergerak dan menyerang salah satu dari perampok itu. Namun sebelum pukulannya mendarat di badan perampok, David tersungkur jatuh. Seseorang kembali menembakkan pistolnya ke dada David. Tangan David memegang dada yang telah ditembus peluru pistol. Sebelum dia menutup matanya, tangan David mengangkat ke arahku. Menatapku lirih dan menutup matanya yang tidak berdaya. 

Aku terpaku dalam kebingungan. Suasana malam yang hening serta tidak ada seorang pun yang dapat dimintai pertolongan. 

Brukk… Di tengah ketakutan dan kegugupan, aku tidak sengaja menjatuhkan pot bunga yang ada di sampingku. 

“Astaga, ceroboh sekali aku.”

Suara tersebut sampai ke telinga perampok, mereka menelitik dan mencari sumber suara. Jantungku terasa berhenti berdetak ketika salah satu dari perampok berhasil melihatku yang bersembunyi di balik jendela.

“Bodohhh! Cepat kejar dia!” tukas lelaki yang aku rasa adalah pemimpin mereka. 

Aku lari dengan sisa tenaga yang habis ketika melihat keluarga David tewas di depan mata kepalaku. Aku berlari menyusuri jalanan aspal tanpa ujung. Sesekali aku menoleh ke belakang dan melihat komplotan perampok itu tengah mengejarku. Dengan ketakutan setengah mati, aku bersembunyi di balik pohon pinus. Mengatur nafas agar kekuatan dan tenagaku kembali lagi. Namun, tanpa kusangka mereka menemukanku. Aku berontak menghindar. Lelaki dengan wajah bengis itu berusaha menangkapku. Aku menendang selangkangannya hingga dia kelimpungan. Aku kembali berlari menyusuri jalanan, dengan harapan bertemu seseorang yang dapat menolongku. 

Duaarrr… seketika aku susah bernafas. Salah satu dari mereka berhasil mendaratkan peluru dari belakang. Darah amis mengucur, sesaat kemudian mereka mendekatiku. Seorang menendang perutku. Aku nyaris tak sadarkan diri. Kemudian mereka membopongku dan membawaku entah kemana. Kupaksa membuka mata hanya untuk melihat keadaan. 

Byuurrr… mereka melemparku ke danau. Gelap. Pengap. Tidak ada kehidupan. Mataku tertutup perlahan. 

“Andi, kenapa tidur di gudang?” tanya Tommy heran dengan raut wajah kebingungan. 

“Aku tadi ke kamar untuk memintamu bergabung dengan Ayah Ibu di teras, eh ternyata malah tidur di gudang. Lagi main petaku umpet bareng tikus ya? Hihihi,” Tommy menertawakanku saat melihat kakaknya tidur di gudang tanpa alas. 

Aku mengingat semuanya. Tentang lukisan yang memaksaku masuk ke dalamnya, pembantaian keluarga David, hingga aku tertembak oleh salah satu perampok. Namun aku tidak dapat memahami apa yang barusan terjadi. 

***

Siang itu, aku meminta Tommy membantuku untuk memasang lukisan David di ruang tamu. Sesaat Tommy bertanya siapa lelaki yang ada di lukisan itu.

“Dia adalah David. Pemilik villa ini,” dengan senyum tipis aku melihat di balik jendela. David bersama dengan kedua orang tuanya tengah memerhatikanku. Mereka bertiga terlihat lebih bersih walaupun dengan muka yang pucat. Mata David berseri, seraya melambaikan tangan kepadaku, lalu menghilang. (*)


Angga Murodatillah, Zetizen Jurnalistik 2021. Mahasiswa KPI UIN SMHB. Tinggal di Ciomas, Kabupaten Serang.


1 komentar: