Terbaru

Selembar Kertas Tak Berharga

Senin, 02 Agustus 2021

 


Ilustrasi dari film Crazy Little Thing Called Love                                    

Cerpen Hairunnisa

  

Hari demi hari telah kita lalui, suka dan duka telah kita rasakan. Hingga hati ini sempat berkata, tak akan aku melepaskanmu. Aku ingin menemanimu hingga kau sukses nanti. Aku ingin ada di saat kau sedang terpuruk dan aku pun hadir untuk membuatmu bangkit. Aku juga ingin membuktikan pada dunia, bahwa kesetiaan dan cinta sejatilah yang menguatkan semuanya. 

Itu monologku saat memandangi karya tulis dan foto yang dulu Angga berikan di hari ulang tahunku.

Pagi hari seperti biasa aku melakukan aktivitas sekolah. Hari ini aku ngantuk banget serasa ingin memejamkan mata. Dendamku belum terbalaskan karena semalam aku bergadang untuk mengerjakan tugas. Padahal sudah mandi tapi masih saja menguap. 

Setelah semua beres dan buku jadwal pelajaran hari ini telah aku bawa, aku pun berpamitan kepada kedua orangtuaku dengan mencium telapak tangannya. Aku selalu mengucapkan Bissmillahirrohmanirrohim ketika hendak berangkat sekolah karena apa pun aktivitasnya,  insyaAllah bernilai ibadah. 

Tiba- tiba Angga datang, aku sempat lupa waktu malam dia mengabariku akan mengantarku ke sekolah. 

"Assalamualaikum," ucap Angga.

"Waalaikumsalam," jawabku serempak dengan orangtuaku.

Angga pamit pada orangtuaku untuk mengantar ke sekolah. Sudah tidak asing bagi Angga bertemu orangtuaku, mereka sudah lama kenal. Angga sering ke rumah. Ia sudah bisa memberanikan diri agar lebih kenal lagi. Dan orang tuaku selalu merespons dengan baik, 

"Hati-hati di jalan, jangan ngebut-ngebut bawa motornya," pesan orangtuaku.

"Assalamualaikum," aku dan Angga berpamitan.

Jarak sekolah dari rumah lumayan jauh, bisa memakan waktu 1-2 jam. Pagi ini serasa lebih indah, aku yang dibonceng Angga sambil melihat pemandangan di pagi hari yang masih sejuk, belum banyak polusi udara. Gunung-gunung yang masih diselimuti embun, angin sepoi-sepoi menusuk raga, dan rasa ngantuk hilang begitu saja. 

Dalam perjalanan Angga bercerita tentang perasaannya yang rumit sampai saat ini, belum saja mendapatkan pekerjaan. Aku mendengarkan keluh kesah yang dia rasakan agar Angga sedikit lega. 

"Udah coba melamar ke perusahaan?" tanyaku.

"Sudah kucoba, sampe sekarang pun masih melamar ke berbagai tempat."

"Hasilnya gimana?" tanyaku serius.

"Masih belum diterima, tapi kalau lamar kamu pasti diterima," ujarnya sambil ketawa.

Serasa dunia milik berdua, sifat seorang wanita pun mulai muncul mendengar kata-kata itu. Kalau istilah zaman sekarang sih baper alias bawa perasaan. Gimana nggak baper, yang bilangnya saja orang yang dicintai. Sudahlah, tapi aku hiraukan. 

Tak terasa sekolahku sudah di depan mata. Angga pun menyalakan lampu sen untuk putar arah dan mengantarkan aku sampai di depan gerbang.

"Makasih Ga."

"Iyah sama-sama, semangat sekolahnya."

"Iyah pasti, hati- hati di jalan."

Setelah mengantarkanku, Angga pulang. Sambil jalan menuju kelas, aku menyapa teman-temanku yang juga hendak ke kelas. Biasanya Angga dan aku masuk ke sekolah berdua, saling bertemu, bertatap muka tak sengaja, bertemu di kantin sekolah saat istirahat, senyum-senyum gak jelas, saling memandang memperhatikan satu sama lain. Aduh aku flashback dengan suasana itu, kisah cinta waktu SMA yang begitu indah. Angga kakak kelasku. 

Malam hari dengan suasana langit yang cerah, dipenuhi bintang-bintang bercahaya, sinar rembulan yang menerangi malam, aku duduk di teras depan rumah sambil membalas pesan masuk dari Angga, tiba-tiba terdengar suara motor yang hendak melintas depan rumahku. Seketika diriku terkejut melihat Angga datang. 

“Gak bilang mau ke rumah,” ucapku.

“Iya, surprise,” ucap Angga dengan luluconnya.

Serasa lengkap malam ini bukan hanya ditemani indahnya alam, tapi ditemani Angga yang duduk di sebelah kanan aku. Rasa nyaman itu hadir, serasa aku tak ingin Angga pergi dari sini.

“Ouh iya, minta tolong buatkan aku surat lamaram kerja lagi bisa gak?”ucap Angga padaku.

“Mau melamar pekerjaan? InsyaAllah aku bantu buatkan lagi surat lamarannya,” jawabku.

“Iya aku coba melamar pekerjaan lagi, makasih ya selalu bantu aku.”

Angga pun memberikan selembar kertas kosong untuk membuat surat lamaran. Tak lama Angga pun pergi pamit karena malam semakin larut, aku pun segera membuatkan surat lamaran untuk Angga. 

Keesokan harinya setelah pulang sekolah, ternyata hari ini ada kegiatan sekolah hingga malam, kemungkinan aku menginap di sekolah. Setelah acara malam selesai, aku dipanggil oleh temanku, ternyata ada yang menungguku. 

“Angga?”aku melihat dia yang sedang duduk menungguku sambil merapikan berkas-berkas lamaran.

“Bawa surat lamaran yang kamu bikin?” tanya Angga padaku.

“Nggak,” jawabku pada Angga.

Aku tidak tahu jika Angga akan datang malam ini, ternyata surat lamaran itu akan dibawa besok.

“Ya sudah,” kata Angga dengan nada pasrah.

Aku tidak enak, aku segera lari menemui guruku untuk meminta izin pulang mengambil barang yang tertinggal.

“Apa tidak kemalaman. Ini sudah malam?” jawab guruku.

“Tidak apa-apa Pak, akan diantar oleh temanku,” jawabku sambil memohon agar  diizinkan.

“Yasudah, hati-hati saja,” ujar guruku.

Aku dan temanku pulang ke rumah untuk mengambil surat lamaran Angga yang tertinggal, aku pun menghubungi Angga agar tidak pulang karena aku sedang mengambil surat lamaran yang dibutuhkan oleh dia.

“Ini surat lamarannya, maaf aku tidak tahu kamu akan ke sekolah,” sambil memberikan surat itu pada Angga.

“Makasih, maaf merepotkan.”

“Iya, tidak apa-apa.”

Hari ini melelahkan sekali, serasa ingin tidur sehari tanpa ada yang mengganggu. Aku meluruskan badan di kasur. 

“Tling, tling, tling...” suara hapeku berbunyi, ternyata pesan dari Angga. Dia memberiku kabar alhamdulilah diterima di salah satu perusahaan yang dia lamar. Ikut senang dengan kabar baik ini akhirnya Angga mendapatkan pekerjaan. 

Sehari dua hari Angga bekerja, tak sekata pun yang dia kirimkan padaku untuk memberikan kabar. Aku hanya berpikir positif, mungkin dia sedang bekerja. Tapi hal ini tak biasa Angga lakukan. Sesibuk-sibuknya Angga dia pasti mengabariku. 

“Maaf aku tidak bisa memberimu kabar, aku sibuk,” tulis Angga melalui pesan WhatsApp.

“Apa tidak ada waktu buat balas chat aku? Padahal kamu online?” balasku.

Dengan sikap Angga yang begitu, membuatku heran. Aku meminta penjelasan padanya agar aku tidak berpikir yang tidak-tidak. Setelah hampir mendekati sebulan dia bekerja, hari-hari yang kulewati sama seperti hari-hari tanpa kabar yang jelas. Aku serahkan semuanya pada Allah. Di setiap salat aku selalu mengadu pada-Nya. Apa yang kurasakan, kucurahkan agar lebih tenang. 

Aku selalu melihat history dia di sosmed, sering melihat dia selalu online tapi kenapa chat aku tak pernah dia balas. Tiba-tiba aku tak sengaja melihat history dia. Hal yang aku takuti pun terjadi. Pikiranku kacau. Hatiku tak karuan. Ternyata dia membuat history dengan perempuan lain. 

Aku sempat tidak percaya, tapi nyatanya benar. Bukan hanya sekali post foto dengan perempuan itu dan banyak bukti lain. Memang benar bahkan mereka sudah saling suka dan pacaran.

Apa dia benar-benar meninggalkan aku? Apa salahku? Pertanyaan-pertanyaan aneh muncul di benakku. Mungkin ini jawaban Angga yang selama ini aku tanyakan padamya. Sudahlah mau apalagi, aku putuskan untuk tidak berharap lebih pada Angga. 

Tidak ada yang tidak baik pada suatu perpisahan, Tuhan pasti menitipkan makna yang belum pernah aku sadari di balik ini semua. Mungkin ini cara Tuhan untuk menyelamatkan salah satu dari aku dan dia, karena cara Tuhan itu yang terbaik. Harusnya kita berterimakasih, dengan cara ini Tuhan memperlihatkan mana yang terbaik. (*)


Haerunnisa. Mahasiswi UIN SMH Banten Jurusan PGMI. Tinggal di Padarincang, Kabupaten Serang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar