Puisi : Zidan Febriansyah
Sore itu, di bawah mentari yang mulai condong sirnanya
aku terbangkan layanganku
Layangan yang ku sayang
Layangan yang ku dambakan
Tanpa rasa takut,
Ku ulurkan benang gelasan
Benangnya ku buat spesial,
untuk layang yang puaaalingg spesial
1…. 2… 3…. Pelan-pelan ku ulur
layangan ku
Begitu, dengannya…
Beriring dengan layanganku di
terbangkan
Aku pun menerbangkan ia,
Menerbangkan hingga menjadi seorang
nirmala yang di akui banyak orang..
Layangan kesayanganku semakin membentang tinggi,
dengan angin yang tenang, sambil berteduh di bawah pohon nan rindang,
tanpa rasa khawatir sedikit pun dengan
layangan dan juga dengannya..
Senang rasanya ketika mereka sudah
tinggi..
Indah di lihat…
gemerlap…
menggoda mata nan penuh warna yang
tersirat di hati…
Namun, ternyata…
Di ketinggian, angin tak selamanya
tenang
Langit tak selamanya cerah menandakan
baik-baik saja
Diatas…
Badai terjadi dengan begitu saja,
tanpa melihat perasaan hati yang di rasa..
Layangan yang ku sayang
Harus putus ketika sudah terbentang
Begitupun dengannya, yang harus
berpaling ketika sudah menjadi nirmala yang di dambakan..
Terluka rasanya,
Namun tak ada tetesan darah..
Ya Tuhan…
Luka ini lebih sakit dari pada koreng
yang menganga dengan lendir nanah yang membanjir…
Dia..
Si Nirmala itu…
Dengan teganya meninggalkan ku..
Meninggalkan seorang arjuna..
Arjuna yang membawanya dari titik
rendah
Hingga menjadi seorang nirmala,
Aku akhirnya terpedaya bagai boneka
Menjadi bisu bagai patung
Aku tertipu hidup hidup, YaAllah…
Dia begitu lihai bagai belut
Licin dan pandai memilin kata
Hingga dengan mudahnya dia memakanku
Hingga dengan mudahnya aku di
lemparkannya,
Aku terpedaya oleh setan
Yang berbadan manusia dan berhati
setan
Dia mengucap ribuan manis dan angan
Ia menerbangkanku ke langit dengan
kuda putih
Aku termakan kata katanya
Aku tertelan rupanya
Aku terkurung liciknya
Aku berhasil di terkamnya
Ia makan aku hingga debu
Ia buang aku ke sampah
Ia tinggalkan aku yang berdarah
Ia kejar mangsa baru
Hingga akhirnya…
Aku sadar, ia lebih nyaman dengan kehidupan barunya..
Kehidupan menjadi Nirmala yang di sanjung-sanjung nan
penuh pujian
Bahkan, ia rela melakukan apa saja demi orang yang
baru ia kenal
Beda halnya denganku, hanya sebuah permen,
yang hanya di jilat ketika manis saja…
YaAllah…
Dengan penuh penyesalan, aku hanya berpasrah
Berpasrah karena telah mengenalnya dan
menerbangkannya..
Aku hanya bisa ikhlas untuk kehilangan layangan yang
putus dan
juga Nirmala dutsa…
Rangkasbitung,
2022
Zidan Febriansyah, Zetizen
Jurnalistik 2021, mahasiswa UIN SMH Banten
Tidak ada komentar:
Posting Komentar